APBN DAN APBD
D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
INAS ANISAH
JUANDITO YUDHATAMA
BAYU PUTRA
M. RIFKY
JUANDITO YUDHATAMA
BAYU PUTRA
M. RIFKY
SMA PATRA
MANDIRI 01 PALEMBANG
Tahun
Ajaran 2016/2017
MIND MAPS APBN dan APBD
1)
Pengertian APBN dan APBD
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah kebijakan fiskal dalam konteks
pembangunan Indonesia. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada hakikatnya
merupakan rencana kerja pemerintah yang akan dilakukan dalam satu tahun yang
dituangkan dalam angka-angka rupiah. Secara singkat, APBN didefinisikan sebagai
daftar sistematis yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama
satu tahun yang dinyatakan dalam rupiah. Anggaran mengandung sisi penerimaan
dan sisi pengeluaran dengan skala yang lebih besar dan jenis kegiatan yang
rumit.
Landasan
hukum APBN, yaitu Pasal 23 ayat 1 UUD 1945, yang mengatakan “Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara
ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka
dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Jika DPR tidak
menyetujui anggaran yang diusulkan pemerintah, pemerintah memakai anggaran
tahun lalu. Struktur dasar APBN terdiri atas sisi penerimaan dan sisi
pengeluaran negara. Sisi penerimaan negara terdiri atas penerimaan dalam negeri
(migas, pajak, dan bukan pajak), dan penerimaan luar negeri atau bantuan luar
negeri yang disebut juga penerimaan pembangunan meliputi bantuan program dan
bantuan proyek.
Adapun sisi
pengeluaran negara, terdiri atas pengeluaran rutin (antara lain: belanja
barang, belanja pegawai, dan subsidi daerah otonom), dan pengeluaran
pembangunan yang merupakan biaya pelaksanaan proyek-proyek pemerintah.
Penerimaan pembangunan dalam anggaran negara ditujukan untuk menutupi
kekurangan penerimaan yang lebih kecil.
Tabel 1.
Struktur Dasar APBN (format lama)
Sisi Penerimaan
|
Sisi Pengeluaran
|
|||
A.
|
Penerimaan dalam negeri, terdiri atas:
|
C.
|
Pengeluaran rutin, terdiri atas:
|
|
1. penerimaan migas dan non migas;
|
1. belanja pegawai;
|
|||
2. penerimaan pajak;
|
2. belanja barang;
|
|||
3. penerimaan bukan pajak.
|
3. subsidi daerah otonom;
|
|||
B.
|
Penerimaan pembangunan, terdiri atas:
|
4. bunga dan cicilan utang;
|
||
5. lain-lain.
|
||||
1. bantuan program;
2. bantuan proyek.
|
D.
|
Pengeluaran pembangunan, terdiri atas:
1. pembiayaan pembangunan rupiah;
2. pembiayaan proyek.
|
||
Di era reformasi, format APBN ini kemudian mengalami perubahan, seperti terlihat dalam E.2 Pembiayaan luar negeri (Neto) |
||||
2. Pengertian Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD)
Seperti
halnya kebijakan fiskal dalam APBN, keuangan daerah yang ditunjukkan dalam APBD
juga menggambarkan tentang perkembangan kondisi keuangan dari suatu
pemerintahan daerah. APBD adalah suatu gambaran tentang perencanaan keuangan
daerah yang terdiri atas proyeksi penerimaan dan pengeluaran suatu pemerintahan
daerah dalam suatu periode tertentu.
Landasan
hukum APBD adalah Undang-Undang No. 22 Tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah
dalam pasal 78 ayat 1 yang menyatakan bahwa penyelenggaraan tugas pemerintah
daerah dan DPRD dibiayai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD).
2)
Fungsi APBN dan APBD
Fungsi APBN
dan APBD menurut Undang-Undang No. 17 Tahun 2003, yaitu sebagai berikut.
a. Fungsi Otorisasi
Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran negara dan daerah menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
b. Fungsi Perencanaan
Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran negara dan daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
c. Fungsi Pengawasan
Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran negara dan daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
d. Fungsi Alokasi
Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran negara dan daerah harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.
e. Fungsi Distribusi
Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran negara dan daerah harus memerhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
3)
Tujuan Penyusunan APBN dan APBD
Tujuan
penyusunan APBN atau APBD adalah sebagai pedoman penerimaan dan pengeluaran
negara atau daerah, agar terjadi keseimbangan yang dinamis, demi tercapainya
peningkatan produksi, peningkatan kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi yang
cukup tinggi. Adapun tujuan akhirnya adalah mencapai masyarakat yang adil dan
makmur material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Berdasarkan
UUD 1945, pemerintah wajib menyusun APBN. Sebelum menjadi APBN, pemerintah
menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN). Di
Indonesia, pihak yang bertugas menyusun RAPBN adalah pemerintah, dalam hal ini
presiden dibantu para menterinya. Biasanya, presiden menyusun RAPBN dalam
bentuk nota keuangan. Nota keuangan tersebut kemudian disampaikan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) untuk disidangkan. RAPBN biasanya disampaikan sebelum
tahun anggaran yang akan dilaksanakan. RAPBN yang diajukan presiden kepada DPR
akan disidangkan dan dibahas kelayakannya oleh DPR.
Jika
disetujui oleh DPR, RAPBN tersebut akan menjadi APBN. APBN ini akan
dikembalikan kepada pemerintah untuk dilaksanakan. Jika RAPBN tersebut ditolak
DPR, pemerintah harus menggunakan kembali APBN tahun lalu tanpa perubahan.
Untuk lebih jelasnya, Anda dapat melihat cara penyusunan APBN pada Bagan 1.
berikut.
4)
Sumber-Sumber
Penerimaan/Pendapatan Negara
Di Indonesia penerimaan negara,
dapat dibedakan atas dua sumber, yaitu sebagai berikut.
- Penerimaan dalam negeri. Penerimaan ini terdiri atas
penerimaan minyak dan gas bumi (migas) dan penerimaan di luar migas.
- Penerimaan pembangunan. Penerimaan ini terdiri atas, bantuan
program dan bantuan proyek.
Penerimaan dalam negeri memegang peranan yang penting dalam membiayai
kegiatan pembangunan. Dengan meningkatkan kegiatan pembangunan tersebut, maka
penerimaan dalam negeri pun terus diusahakan agar meningkat. Dalam
perkembangannya, ketergantungan penerimaan dalam negeri pada sektor migas harus
dikurangi. Dengan demikian, penerimaan dalam negeri dari sektor di luar migas,
dalam hal ini penerimaan pajak, dan bukan pajak, perlu ditingkatkan. Dana luar
negeri masih tetap dimanfaatkan terutama untuk melengkapi sumber pembiayaan
dalam negeri. Walaupun demi kian, jumlah serta persyaratannya (antara lain
tidak adanya ikatan politis) harus dipertimbangkan.
5)
Sumber-Sumber Pendapatan
Pemerintah Daerah
Sebelum
berlaku otonomi daerah, sumber keuangan daerah, baik provinsi, kabupaten maupun
kota, yaitu menurut Undang-Undang No. 18 Tahun 1997 tentang Pemerintahan
Daerah, yaitu sebagai berikut.
- Penerimaan
Asli Daerah (PAD)
- Bagi
hasil pajak dan bukan pajak
- Bantuan
pusat (APBN) untuk daerah tingkat I dan II
- Pinjaman
daerah
- Sisa
lebih anggaran tahun lalu
- Lain-lain
penerimaan daerah yang sah
Sejalan
dengan adanya pelimpahan sebagian wewenang pemerintahan dari pusat ke daerah
melalui Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang.
No. 25 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 33 tahun
2004 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, terjadi
perubahan dalam sumber pendapatan daerah, yakni dengan dimasukkannya komponen
dana perimbangan dalam struktur APBD.
Dana
perimbangan adalah dana yang bersumber dari penerimaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan
daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan merupakan
bentuk pelaksanaan kebijakan desentralisasi fiskal pemerintah pusat di era
otonomi daerah.
Secara garis
besar, sumber pendapatan pemerintah daerah, yaitu sebagai berikut.
a)
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Sumber
Pendapatan Asli Daerah, yaitu:
- pajak
daerah;
- retribusi
daerah;
- bagian
pemda dari hasil keuntungan perusahaan milik daerah (BUMD);
- hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan;
- sumbangan
dari pihak ketiga yang diatur dalam Undang-Undang.
b)
Dana Perimbangan
Sumber dana
perimbangan, yaitu dana bagi hasil, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi
Khusus (DAK).
1) Dana bagi
hasil, terdiri atas:
a) bagian daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB);
b) bagian daerah dari penerimaan Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan (BPHTB);
c) bagian daerah dari penerimaan sumber daya alam.
2) Dana
Alokasi Umum (DAU), yaitu bantuan umum yang digunakan sesuai dengan prioritas
pembangunan daerah dalam batas-batas arahan pemerintah pusat yang bertujuan
mengurangi ketimpangan horizontal antardaerah. Contohnya, bantuan blok yang
penggunaan dananya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan di daerah.
3) Dana Alokasi
Khusus (DAK), yaitu bantuan khusus yang digunakan untuk kegiatan pembangunan
yang sasarannya telah ditetapkan oleh pemerintah pusat yang bertujuan
mengurangi ketimpangan vertikal antara pusat dan daerah. Contohnya, pembangunan
di daerah yang berbatasan dengan negara lain.
c)
Sumber Lain Pendapatan Daerah yang Sah
Sumber lain
pendapatan daerah yang sah, di antaranya dari:
- sisa
lebih perhitungan anggaran daerah;
- penerimaan
pinjaman daerah;
- dana
cadangan daerah;
- hasil
penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Selain
sumber-sumber pendapatan yang telah dijelaskan, ada beberapa hal yang perlu
Anda pahami, yaitu berkaitan dengan perbedaan pendapatan daerah dengan
pendapatan daerah yang sudah otonomi. Daerah-daerah yang tidak diberikan
otonomi khusus, selain mendapatkan sumber pendapatan dari potensi sumber daya
alam yang dimiliki, juga dana yang diberikan oleh pemerintah pusat. Namun,
untuk daerah yang diberi kewenangan melalui otonomi, daerah memiliki kewenangan
yang lebih besar dalam pembagian dana antara pusat dan daerah.
Peranan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) masih relatif kecil dalam struktur Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Padahal, PAD adalah satu komponen
pendapatan daerah yang sangat diharapkan menjadi sumber utama keuangan daerah
dalam pelaksanaan otonomi. Dengan kata lain, peranan penerimaan yang berasal
dari pemerintah pusat dalam bentuk bagi hasil pajak dan bukan pajak, sumbangan
dan bantuan masih mendominasi struktur APBD. Sumber-sumber penerimaan yang
relatif besar pada umumnya dikelola oleh pemerintah pusat, sedangkan sumber
penerimaan yang relatif kecil dikelola oleh pemerintah daerah.
Tabel 3.
Realisasi penerimaan Pemda Tk I seluruh Indonesia menurut jenis penerimaan
(dalam jutaan rupiah)
No.
|
Jenis Penerimaan
|
1994/1995
|
%
|
1995/1996
|
%
|
1.
|
Sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu
|
583.815
|
6,01
|
926.244
|
8,19
|
2.
|
PAD
|
3.009.751
|
24,50
|
3.854.281
|
34,07
|
3.
|
Bagi hasil pajak/bukan pajak
|
753.349
|
7,76
|
986.737
|
8,72
|
4.
|
Sumbangan dan bantuan
|
5.310.364
|
54,69
|
5.489.016
|
48,52
|
5.
|
Penerimaan pembangunan
|
51.848
|
0,53
|
57.347
|
0,51
|
Sumber: INDEF, dikutip dari Tambunan,
2001
|
Sementara
itu, menurut laporan Econit, peranan PAD dalam APBD terlihat dalam Tabel 4.
berikut.
Tabel 4.
Peran PAD terhadap APBD Dati I seluruh Indonesia menurut APBN 1999/2000 (dalam
miliar rupiah)
Dati I
|
APBD
|
PAD
|
%PAD terhadap APBD
|
DI. Aceh
|
153.739
|
48.681
|
31,66
|
Sumut
|
413.073
|
204.570
|
49,52
|
Sumbar
|
158.503
|
56.958
|
35,93
|
Riau
|
317.686
|
94.110
|
29,62
|
Jambi
|
116.755
|
31.600
|
27,06
|
Sumsel
|
271.494
|
101.002
|
37,20
|
Bengkulu
|
97.449
|
19.125
|
19,62
|
Lampung
|
181.137
|
74.697
|
41,23
|
DKI Jakarta
|
2.793.000
|
1.721.045
|
61,61
|
Jabar
|
885.180
|
537.717
|
60,74
|
Jateng
|
703.677
|
385.451
|
54,77
|
Yogyakarta
|
139.742
|
62.802
|
44,94
|
Jatim
|
875.804
|
550.033
|
62,80
|
Bali
|
202.314
|
120.917
|
54,76
|
Kalbar
|
167.280
|
49.087
|
29,34
|
Kalteng
|
182.600
|
23.500
|
12,86
|
Kalsel
|
161.275
|
48.895
|
30,31
|
Kaltim
|
291.055
|
82.737
|
28,42
|
Sulut
|
125.971
|
23.462
|
18,62
|
Sulteng
|
136.035
|
25.918
|
19,05
|
Sulsel
|
255.772
|
94.374
|
36,89
|
Sultra
|
106.733
|
11.641
|
10,90
|
NTB
|
115.184
|
24.381
|
21,16
|
NTT
|
123.525
|
21.851
|
17,68
|
Maluku
|
133.034
|
19.902
|
17,68
|
Irian Jaya
|
289.922
|
25.352
|
14,96
|
Sumber: Econit, dikutip dari Saragih,
2003
|
Pajak dan
retribusi daerah adalah satu sumber penerimaan PAD yang terbesar. PAD sendiri
adalah komponen penting dalam APBD apalagi di era otonomi daerah, meskipun
masih ada daerah yang mengandalkan bantuan dari pusat. (Sumber: Pengantar Mikro
Ekonomi, 2003)
Prinsip APBN (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara)
a. Prinsip penyusunan APBN berdasarkan dari aspek pendapatan adalah sebagai berikut...
a. Prinsip penyusunan APBN berdasarkan dari aspek pendapatan adalah sebagai berikut...
- Intensifikasi
penerimaan anggaran dalam jumlah dan kecepatan penyetoran
- Intensifikasi
penagihan dan pemungutan piutang negara, sewa dalam pemakaian
barang-barang milik negara
- Penutupan
ganti rugi dari kerugian yang diterima oleh negara dan denda yang sudah
dijanjikan
b. Prinsip penyusunan APBN
berdasarkan dari aspek pengeluaran negara
- Hemat, tidak mewah, efisien, dan
sesuai dari kebutuhan teknis yang telah diisyaratkan
- Terarah, terkendali sesuai dari
rencana program/kegiatan
- Semaksimal mungkin dalam penggunaan
hasil produksi dalam negeri dengan memperhatikan dari segi
kemampuan/potensi nasional
Unsur-Unsur APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja
Derah)
Unsur-unsur APBD adalah sebagai berikut...
a. Rencana besarnya biaya belanja dan pendapatan
b. Terdapat periodesasi/jangka waktu yaitu 1 tahun
c. Disusun dengan sistematis:
Unsur-unsur APBD adalah sebagai berikut...
a. Rencana besarnya biaya belanja dan pendapatan
b. Terdapat periodesasi/jangka waktu yaitu 1 tahun
c. Disusun dengan sistematis:
·
anggaran
pendapatan dan anggaran belanja
·
anggaran belanja
terdiri dari belanja rutin dan belanja pembangunan
d. Prosedur dalam penyusunan tertentu dalam proses
mekanisme dan prosedur yang telah ditetapkan, yaitu sebagai berikut...
·
penyusunan pra
konsep oleh eksekutif
·
penyampaian ke
DPRD
- pembahasan
di DPRD
- penepatan
anggaran
Dasar Hukum Keuangan Daerah dan APBD
- UU.
No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah (Bad VIII, Pasal 78 s/d 86)
- UU.
No. 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangna Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah
- PP
No. 105. Tahun 2000 Tentang Pengelolaan dan Pertanggung Jawaban Kekuangan
Daerah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar