BIOLUMINESENSI
Bioluminesensi adalah emisi cahaya yang
dihasilkan oleh makhluk hidup karena adanya reaksi kimia tertentu. Hingga saat ini, bioluminesensi telah
ditemukan secara alami pada berbagai macam makhluk hidup seperti jamur, bakteri, dan organisme di perairan, namun
tidak ditemukan pada tanaman berbunga, hewan vertebrata terestrial, amfibi, dan mamalia. Sebagian
besar plankton memiliki kemampuan
menghasilkan pendaran, terutama plankton yang hidup di
perairan laut dalam. Pada mikroba, bioluminesensi yang dihasilkan belum
diketahui manfaatnya, sedangkan pada hewan umumnya digunakan sebagai sinyal
kawin, predasi, dan perlindungan terhadap pemangsa.
Banyak bakteri yang dapat
menghasilkan bioluminesensi, umumnya diketahui kemudian bahwa seluruh bakteri
tersebut tergolong ke dalam bakteri gram
negatif, motil, memiliki morfologi batang, dan bersifat aerob atau anaerob fakultatif. Bakteri-bakteri itu tersebar di daerah lautan,
perairan tawar, dan tanah (terestrial). Contoh bakteri penghasil bioluminesensi yang
telah diteliti adalah genusVibrio (V. harveyi, V.
fischeri, V. cholera), Photobacterium (P.
phosphoreum, P. leiognathi), Xenorhabdus (X.
luminescens),Alteromonas (A. haneda),
dan Shewanella. Sementara itu, hanya sedikit cendawan yang diketahui
dapat menghasilkan bioluminesensi, di antaranya adalah Armillaria mellea, Panellus Stipticus, Omphalotus nidiformis, dan Mycena spp
Bioluminescence ini juga memiliki kegunaan yang berbeda-beda untuk setiap individu
yang memilikinya, bergantung pada habitat dimana hewan itu tinggal dan situasi
lingkungannya. Namun, ternyata setiap hewan yang memiliki kemampuan
berpendar ini memiliki enzim yang berbeda-beda untuk menghasilkan emisi
cahayanya. Misalnya pada bacteria Escheichia coli K-12,memiliki
enzim GUS (beta-glucurodinase). Pada kunang-kunang, enzim yang
bekerja adalah luciferase, sedangkan pada
ubur-ubur Aequorea VictoriaadalahGFP (green fluorescent protein). Dengan adanya perbedaan
enzim ini, otomatis warna cahaya dan cara kerja bioluminescence-nya
juga berbeda.
Secara umum, fungsi bioluminescence dibagi
menjadi 3 kelompok, yaitu :
1.
Pertahanan
Kelompok dinoflagellata, atau yang biasa
kita sebut dengan kelompok ubur-ubur, menggunakan emisi cahaya dari enzim
green flourecent protein-nya
untuk mempertahankan diri dari serangan predator. Beberapa jenis
dekapoda, sefalopoda dan ikan menggunakan pendaran cahaya ini sebagai kamuflase
untuk sembunyi dari predatornya. Mekanisme pertahanan ini membuat mereka
tersamarkan di antara sinar lain di perairan.
Pada beberapa hewan darat yang juga
mengeluarkan cahaya berpendar ini mekanisme pertahanan dengan menggunakan emisi
cahaya disebut aposematisme. Penyamaran dengan menggunakan aposematisme
tersebut membuat hewan-hewan tersebut seakan-akan beracun atau tidak enak untuk
dimakan sehingga predator akan menghindarinya. Kunang-kunang adalah salah satu
hewan yang mengeluarkan cahaya berpendar sebagai aposematisme sehingga predator
mengganggap bahwa kunang-kunang tersebut beracun.
Beberapa hewan laut nampak ‘enggan’ untuk memakan zooplankton dikarenakan zooplankton mengeluarkan
bioluminescence. Zooplankton tersebut akan mengeluarkan
cahayanya saat berada di perut predator, sehingga predator tersebut mudah
ditemukan oleh predator lain yang lebih tinggi tingkatannya. Fenomena ini
tampak pada udang misid yang memakan dinoflagelata sehingga tubuhnya akan berpendar dan
mudah dikenali oleh pemangsa yang lebih tinggi tingkatannya, yaitu Porichthys notatus.
2.
Predasi
Selain sebagai pertahanan, bioluminescence juga
digunakan para predator untuk menarik mangsanya. Predator yang menggunakan
emisi cahaya sebagai predasi adalah ikan angel dan hiu Isistius brasiliensis. Hiu Isistius brasilensismenggunakan bagian bawah rahangnya
untuk menarik mangsanya. Cumi-cumi dan ikan-ikan kecil akan mendekat pada
cahaya tersebut karena mengira siluet tersebut adanya penyamaran dari
mangsa-mangsa mereka. Setelah mangsa-mangsa tersebut mendekat pada rahang paus
tersebut, itu akan lebih mudah bagi paus untuk menangkap mangsanya. Selain pada
pausIsistius brasiliensis,Ikan paus Physeter macrocephalus juga melakukan hal yang
sama dalam melakukan predasi. Ikan ini secara intensif melakukan predasi dalam
keadaan gelap.
3.
Sinyal Kawin
Photinus pyralis, salah satu spesies kunang-kunang
yang dapat berpendar. Jika beberapa hewan yang
mempunyai bioluminescence menggunakan
emisi cahayanya sebagai pertahanan dan predasi, kunang-kunang menggunakan emisi
cahaya ini sebagai sinyal kawin. Umumnya kunang-kunang jantan akan terbang
rendah dan mengeluarkan emisi cahaya untuk menarik pasangannya. Kemudian
kunang-kunang betina yang tertarik akan mengeluarkan emisi cahayanya dengan
pola pendaran spesifik yang berbeda. Salah satu kunang-kunang dari
spesies Photuris akan meniru dan menghasilkan pendaran
yang sama seperti yang dimiliki kunang-kunang lainnya. Hal ini akan menyebabkan
kunang-kunang jantan atau betina salah mendekati pasangannya. Kunang-kunang Photuris memanfaatkan hal ini dengan memangsa
kunang-kunang lainnya. Selain pada kunang-kunang, fungsi bioluminescence sebagai sinyal kawin juga
dilakukan oleh kelompok cacing di daerah Bermuda yang disebut Odontosyllis enopla.
Bioluminescence merupakan emisi cahaya yang dihasilkan
oleh makhluk hidup karena adanya reaksi kimia tertentu. Hingga saat ini,
bioluminesensi telah ditemukan secara alami pada berbagai macam makhluk hidup
seperti cendawan, bakteri, dan organisme di perairan, namun tidak ditemukan
pada tanaman berbunga, hewan vertebrata terestrial, amfibi dan mamalia.
Sebagian besar plankton memiliki kemampuan menghasilkan pendaran, terutama
plankton yang hidup di perairan laut dalam. Pada hewan umumnya digunakan
sebagai sinyal kawin, predasi, dan perlindungan terhadap pemangsa.
Terimakasih sangat membantu
BalasHapusTERIMA KASIHHHHH
BalasHapusBest Online Casino Site In Kenya (Alternative Sites)
BalasHapusThe best online casino in Kenya in 2021 - we provide reviews, หารายได้เสริม real deccasino time slot machines, blackjack, live dealer casino, 카지노사이트 baccarat, live roulette,